Hingga hari ini, bahkan di Indonesia, belum banyak ahli psikologi yang berani secara eksplisit mengintegrasikan keduanya. Dalam melakukan psikoterapi, merefleksikan hidup klien, atau bahkan dalam penelitian, peran agama (Kristen) seringkali diabaikan karena dianggap dapat merusak tatanan konstruk psikologi yang ada. Padahal di sisi lain, berbagai penelitian menunjukkan bahwa spiritualitas dan religiusitas berkontribusi positif terhadap kondisi psikologis seseorang.
Dalam lingkungan universitas pun, ilmu psikologi diajarkan secara ‘independen’. Ya, beberapa kalangan menyebutnya independen dengan dalih bahwa usaha mengintegrasikan psikologi dalam perspektif Kristen merupakan usaha membatasi psikologi hanya dalam kacamata Kristen saja. Padahal sesungguhnya, usaha menghindari integrasi psikologi dengan Kristen itulah yang sebenarnya membatasi ilmu psikologi sehingga tidak boleh keluar dari ‘pagarnya’ dan berhubungan dengan ilmu lain – dalam hal ini teologi. Usaha ini menjadi semacam jebakan karena ketika banyak orang memisahkan psikologi dengan Kristen dengan tujuan agar tidak terkungkung dalam satu perspektif, sebenarnya telah mengungkung psikologi itu sendiri agar tidak keluar dari perspektifnya saat ini.
Buku ini berusaha memberikan gambaran tentang bagaimana integrasi antara psikologi dan Kristen itu dapat, bahkan seharusnya, dilakukan agar keduanya menemukan keutuhan. Model integrasi yang dikembangkan dalam buku ini bukan model yang baru, melainkan hanya memodifikasi kelima model awal yang telah banyak diterima dan didiskusikan oleh beberapa kalangan (Level of Explanation Model, Christian Psychology model, Transformational Psychology Model, Integration Model, Biblical Counseling Model). Dalam buku ini, segala kelebihan dari masing-masing model integrasi tersebut diintegrasikan serta dibuat lebih sistematis sehingga integrasi antara psikologi dan Kristen dapat dilakukan dengan luwes, baik dalam rangka untuk menganalisa maupun untuk praktik profesional.
Pada akhirnya, buku ini benar-benar berusaha untuk mengajak para praktisi kesehatan mental, khususnya yang juga beridentitas sebagai umat Kristen, untuk benar-benar bijaksana dalam mengintegrasikan keduanya. Bahwa seorang psikolog bukanlah seorang penginjil, pengkhotbah, yang perlu berkoar-koar menceritakan tentang keyakinan agamanya kepada kliennya. Di sisi lain, bahwa keyakinan agama sejatinya juga dapat, bahkan lebih nyata jika tercermin dalam perilaku, bukan hanya dengan perkataan, psikolog.
Klik di sini untuk mendapatkan buku ini.
Comments