top of page
  • ELF_admin

Working at Start-Up Company: Why Does It Matter for Millennials? Disrupsi teknologi di era digital

Oleh: Verren Mulja




Disrupsi teknologi di era digital ini telah berdampak pada banyaknya pekerjaan serta perusahaan baru. Sekarang ini, perusahaan-perusahaan besar di Indonesia banyak didominasi oleh perusahaan berbasis start-up. Nama-nama seperti Tokopedia, Shopee, Gojek, dan Traveloka tentunya sudah tidak asing di kalangan masyarakat — terutama oleh generasi milenial.


Pendiri-pendiri perusahaan start-up di Indonesia rata-rata berusia tidak lebih dari 40 tahun. Sebagian besar dari mereka berhasil membangun perusahaan start-up unicorn (perusahaan start-up dapat dikategorikan sebagai start-up unicorn jika memiliki nilai value di atas US$ 1 Milyar atau setara dengan Rp 14,1 trilliun) di usia yang relatif muda, dengan hanya mengembangkan potensi dari teknologi itu sendiri. Jelas bahwa perusahaan start-up lekat dengan citra generasi milenial.


Sebuah survei menyatakan bahwa sekitar 1 dari 3 milenial memilih untuk bekerja di perusahaan start-up daripada menyelesaikan pendidikan sarjana. Pada tahun 2018, tercatat 90% karyawan Shopee, salah satu perusahaan start-up di Indonesia, merupakan generasi milenial. Hal ini membuktikan keterkaitan antara perusahaan start-up dengan generasi milenial.


Setidaknya ada tiga hal yang membuat generasi milenial sangat terpikat dengan perusahaan start-up.


1. Employer Branding yang kuat dari perusahaan start-up

Tentunya terdapat banyak alasan mengapa milenial menunjukkan minat yang tinggi terhadap perusahaan start-up, salah satunya yang mungkin berperan besar merupakan employer branding. Employer branding digambarkan sebagai upaya suatu organisasi untuk memikat dan menunjukkan kualitas dari organisasi tersebut kepada karyawan maupun calon karyawan.


Di era globalisasi ini, arogansi yang biasa ditunjukkan oleh perusahaan perlahan mulai memudar. Jadi pekerjaan bukan dilihat sebagai sesuatu yang lebih dibutuhkan oleh pencari kerja, namun perusahaan juga turut menunjukkan upaya mempromosikan citranya untuk menarik minat pencari kerja dengan memanfaatkan strategi employer branding.


Ketika melakukan employer branding, perlu dicatat bahwa penting untuk mengetahui target audience yang ingin diraih, agar dapat menyaring hal-hal apa saja yang sekiranya dapat ditawarkan perusahaan yang sesuai dengan nilai serta kebutuhan calon karyawan.


Sekarang ini, perusahaan-perusahaan mulai memanfaatkan teknologi dalam menggiatkan employer branding mereka, terutama perusahaan start-up yang memang bisa disebut menguasai bidang yang bersangkutan. Dalam beberapa platformmedia sosial, misalnya, tidak sulit untuk menemukan bagaimana perusahaan mengiklankan berbagai fasilitas yang ditawarkan kepada karyawannya.


Sebagai contoh, foto demi foto kantor baru bernuansa modern oleh start-up seperti Shopee, dapat dengan mudah diakses di internet. Terdapat pula laman Life at Shopee dalam laman digital mereka yang menunjukkan berbagai suasana, kegiatan, serta fasilitas yang akan diperoleh ketika bekerja di sana.


Kemudian, ada juga sebuah laman Google Careers yang dikembangkan oleh Google guna mempermudah job seekers di seluruh dunia untuk mengakses berbagai jenis pekerjaan yang tersedia. Ketimbang fasilitas bersifat fisik, Google terlihat lebih ‘mengiklankan’ lingkungan kerja yang akan dirasakan oleh pekerjanya serta berbagai langkah yang diperlukan untuk memenuhi kualifikasi yang dicari oleh Google.


Kemudahan akses serta fasilitas yang terkesan idaman inilah yang membuat generasi milenial secara tidak langsung tergiur dan ingin untuk menjadi bagian dari perusahaan tersebut.


2. Generasi milenial biasanya ialah kelompok konsumen utama dari perusahaan start-up


Generasi milenial juga disebut sebagai generasi yang paling loyal pada merk (brand) favorit mereka. Maka dari itu, pengalaman milenial sebagai konsumen dan pengguna dari beberapa layanan start-up dapat dijadikan salah satu pertimbangan loyalitas milenial terhadap suatu perusahaan.


Selain loyalitas, budaya organisasi dari perusahaan start-up dianggap paling sesuai dengan karakteristik milenial. Co-Founder dari Nearpod, misalnya, mengatakan bahwa budaya organisasi perusahaan start-up mencakup lingkungan yang positif yang menghargai kreativitas dalam pemecahan masalah, komunikasi, serta tidak ada ikatan hierarki di dalamnya.



#3. Dinamika organisasi perusahaan start-up sesuai dengan karakteristik generasi milenial


Dinamika start-up yang cenderung fast-paced dan lebih bebas juga dirasa cocok dengan generasi milenial yang dikenal mudah bosan. Perusahaan start-up menawarkan karakteristik pekerjaan dan lingkungan kerja yang sesuai bagi generasi milenial sehingga dapat meningkatkan kepuasan kerjanya. Kepuasan yang diperoleh oleh karyawan milenial tentunya akan membuat mereka menjadi lebih aktif dan menghargai pekerjaan tersebut.



Milenial kerap disebut sebagai generasi ‘Look at Me’, yang berarti bahwa mereka memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan cenderung berfokus pada diri sendiri. Milenial juga merupakan generasi yang lebih menerima adanya keragaman dan lebih mampu untuk bekerja di dalam tim dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya, serta dapat mengoperasikan teknologi dan komunikasi dengan baik. Start-up mengusung strategi DEI (Diversity, Equity, Inclusion) yang mengutamakan partisipasi dari berbagai kelompok orang baik dari ras, suku, jenis kelamin, hingga orientasi seksual yang berbeda. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa generasi milenial dirasa memenuhi sebagian besar dinamika dari perusahaan start-up, jika dibandingkan dengan generasi lainnya.


Melihat beberapa ulasan di atas, memang bekerja di start-up terlihat cukup sesuai dengan minat dan karakteristik sebagian besar milenial. Akan tetapi, milenial yang ingin merintis karir di start-up tetap perlu melihat dan mempelajari kultur perusahaannya secara mendalam, dari fleksibilitas waktu bekerja, hingga kemampuan untuk bergerak cepat ketika bekerja. Sebab setiap orang memiliki kapasitas dan tujuan yang berbeda, sehingga lebih baik untuk mengenali diri dan bagaimana pekerjaan yang dijalani dapat mengarahkan individu pada tujuan hidupnya, sehingga dapat terasa lebih menyenangkan serta tidak ada kesan terpaksa ketika bekerja.

21 views0 comments
bottom of page