top of page
  • ELF_admin

Psikoterapi: Pemulihan Tanpa Obat

Updated: Mar 17, 2020



Bagi sebagian orang, khususnya di Indonesia, konseling dan psikoterapi mungkin belum menjadi sesuatu yang familiar (baca: lumrah dan ‘normal’ untuk dilakukan). Kenyataannya, saat ini stigma terhadap psikolog dan para praktisi kesehatan mental berada pada dua kubu ekstrim. Di kubu pertama, orang-orang berpikir bahwa mereka yang datang dan berobat ke psikolog adalah orang gila. Para praktisi psikologi dan kesehatan mental masih perlu berjuang keras untuk memperkenalkan kepada masyarakat bahwa psikolog, psikiater, atau konselor tidak hanya untuk ‘orang gila’.


Sementara di kubu yang lain, mereka merasa malu karena dianggap cengeng atau aneh jika datang ke psikolog, takut mendapat penilaian bahwa masalahnya sepele. Padahal sebenarnya, para praktisi kesehatan mental ini memang dibekali dengan ilmu dan keterampilan untuk membantu manusia menyelesaikan hampir setiap aspek permasalahan yang dialami dan tidak mampu diselesaikan sendiri, mulai dari: konflik rumah tangga, konflik dengan orangtua, konsultasi pilihan karier, bahkan hanya sekedar meminta pandangan tentang cara parenting, cara bersikap sebagai seorang istri/suami, atau pengembangan diri (meningkatkan kepercayaan diri, mengurangi kecemasan, dsb.).


Setiap manusia memang memiliki masalah, tetapi tidak setiap manusia mampu menyelesaikan masalahnya dengan baik – dan itu adalah normal. Terkadang, ketika begitu besar masalah yang kita alami, tidak jarang kita kehilangan akal sehat sehingga membutuhkan kehadiran orang yang tepat untuk merefleksikan, mencerminkan cara pandang kita, serta membantu kita menemukan jalan keluar yang tepat.


Apa yang dilakukan seorang psikolog?

Orang awam menyebutnya: “berobat ke psikolog”. Sekalipun disebut ‘berobat’, psikolog tidak pernah memberikan obat. Alasannya sederhana, ketika Anda sakit perut, misalnya, Anda datang ke dokter dan diketahui bahwa ada yang salah dengan hormon/cairan/bagian tertentu dalam organ pencernaan Anda, sehingga cara menyembuhkannya ialah dengan memberikan zat kimia (obat/suntik) untuk mengembalikannya ke fungsi semula.

Seseorang datang ke psikolog dengan membawa masalah yang terkait dengan kehidupan psikologis/hubungan sosial/keluarganya. Masalah dalam dunia kedokteran adalah ketidaknormalan fungsi fisik, sehingga penyembuhannya ialah dengan zat kimia untuk menormalisasikannya kembali. Masalah dalam dunia psikologis dipercaya sebagai ketidaksesuaian antara apa yang seharusnya/biasanya terjadi, dengan apa yang sekarang terjadi, sehingga timbullah reaksi psikologis dalam jiwa seseorang. Jadi, masalah utamanya bukan pada apa yang ada pada tubuh Anda (sekalipun dalam beberapa kasus bisa saja demikian). Masalah utamanya adalah apa yang terjadi pada hati dan pikiran Anda, sehingga masalah itu timbul. Oleh karenanya, ‘obat’ yang tepat ialah memperbaiki konstruk pikiran Anda, meregulasi ulang fungsi emosi Anda, serta memodifikasi perilaku Anda sehingga masalah dapat hilang.


Dengan demikian, ketika seseorang datang ke psikolog, berobat dilakukan bukan dengan obat, tetapi dengan kata-kata. Walaupun mereka berpikir hanya mengobrol saja dengan psikolog tersebut, namun psikolog itu sudah terlatih sehingga obrolannya merupakan obrolan yang bertujuan, sistematis, serta memiliki fungsi ‘penyembuh’ hati dan pikiran mereka. Terkadang, dalam obrolan tersebut juga ada beberapa tugas yang menyertai dan benar-benar sudah dipikirkan secara matang bahwa tugas tersebut memberikan fungsi ‘penyembuh’ kepada si klien.


Tantangan Utama

Ironisnya, hingga saat ini banyak masyarakat yang kurang memahami cara kerja seorang psikolog. Mereka kurang mendapat informasi yang tepat, serta cenderung terlalu percaya dengan ‘matanya’, sehingga seolah-olah apa yang mereka bisa lihatlah yang dianggap benar-benar dapat menyembuhkan. Ketika datang ke dokter, diberikan obat, baru merasa bahwa ia benar-benar datang ke dokter sehingga yakinlah dirinya bahwa ia bisa sembuh. Sebaliknya, ketika datang ke psikolog, hanya diajak ngobrol dan diskusi, serta pulang tanpa membawa sesuatu yang mereka bisa lihat, sehingga ia menjadi ragu untuk sembuh.

Akibatnya, banyak dari mereka yang lebih percaya pada terapi-terapi yang ‘terlihat’ sekalipun tidak semua kebenarannya dapat diuji, seperti: street hipnotis (“dalam hitungan ketiga… sembuh!” – dan dengan segera mereka akan sembuh!), analisa dan terapi kejiwaan dengan bantuan mesin-mesin analisis tertentu yang ditempelkan ke bagian tubuh mereka, bahkan tidak jarang juga yang lebih percaya datang ke dukun daripada psikolog hanya karena ketika datang ke dukun mereka akan mendapat air/minyak mujarab, penyembuh masalah mereka. Tentu tidak semua terapi seperti itu salah, namun percayalah, tidak ada satu jenis terapi pun yang bisa menyembuhkan segala sesuatu — sama seperti obat A sangat manjur untuk menghilangkan sakit kepala, tetapi tidak akan pernah bisa menyembuhkan sakit perut.

Jiwa Lebih Rumit Daripada Tubuh

Berbagai riset menunjukkan bahwa terapi psikologi terbukti efektif dan dapat ‘menyembuhkan’. Namun dibutuhkan suatu kesadaran penting untuk membuatnya berhasil, yaitu bahwa memodifikasi pikiran, perasaan, dan tingkah laku tidak semudah memodifikasi fungsi biologis tubuh Anda. Dalam beberapa kasus, ketika Anda sedang sakit fisik, satu pil obat mungkin bisa saja menyembuhkan Anda seketika. Namun, jiwa Anda jauh lebih kompleks daripada tubuh Anda. Dengan demikian, proses pemulihannya membutuhkan waktu. Dalam psikoterapi, tugas seorang psikolog bukan hanya membantu menyelesaikan masalah Anda, tetapi juga menyiapkan kondisi mental Anda agar ketika terjadi masalah serupa, Anda memiliki fungsi immune. Terapi yang cepat (1x datang – sembuh!) biasanya juga disertai dengan kekambuhan yang cepat – atau kesembuhan yang semu. Sebuah rangkaian terapi psikologi biasanya membutuhkan minimal 6 sesi untuk dapat terlihat efektivitasnya.

Di samping itu, psikoterapi tidak akan pernah menunjukkan efektivitasnya jika Anda tidak mau membuka diri untuk berubah. Satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah psikologis ialah dengan berubah. Kesediaan untuk membuka diri, menerima perspektif lain, serta kesiapan mental untuk menghadapi hal-hal yang mungkin awalnya terasa tidak menyenangkan (karena perubahan selalu membutuhkan perjuangan), menjadi kunci keberhasilan sebuah psikoterapi. Perubahan tidak terjadi tanpa usaha; dan kesediaan untuk berubah tidak akan terjadi tanpa adanya kepercayaan. Oleh karena itu, hubungan yang saling mempercayai antara psikolog dan klien dipercaya sebagai kunci yang menentukan keberhasilan sebuah psikoterapi.

“Teachers (counsellor, psychologist, coach, mentor etc.) open the door, but you must enter by yourself.” – Chinese proverb

7 views0 comments
bottom of page